Sunday 21 October 2012


LEADERSHIP MIND AND HEART (^_^)



Kepemimpinan dari Pikiran dan Hati

Dewasa ini banyak penelitian mengenai faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam suatu organisasi dan salah satu hasilnya yang paling mencolok adalah pentingnya kepemimpinan dari pikiran dan hati.

Larry Walters, seorang pemimpin dari Qwest Communication’s Idaho Falls Call Center sampai membuat sebuah model kepemimpinan yang meletakan hubungan antarpribadi sebagai prioritas.

Paradigma ini sekaligus mulai mengkikis paradigma lama para pemimpin yang menempatkan peraturan dan membuang jauh-jauh hubungan antarpribadi dalam sebuah organisasi.

Ada pendapat yang berbunyi, setiap manusia tidak bisa dilepaskan dari emosi mereka dan membangun kedekatan emosi itu merupakan cara yang baik untuk meningkatkan semangat, loyalitas para pekerja.

Pemimpin Kapasitas versus Kompetensi
  

Secara tradisional, kepemimpinan yang efektif, seperti manajemen yang baik, telah dianggap sebagai kompetensi dalam satu set keterampilan. Sekali keterampilan khusus ini diperoleh, semua orang harus menerapkannya ke dalam tindakan untuk meraih kesuksesan. Namun, seperti yang kita semua tahu dari pengalaman pribadi, bekerja secara efektif dengan orang lain membutuhkan jauh lebih banyak daripada berlatih spesifik, keterampilan rasional; itu sering berarti halus gambar pada aspek-aspek diri-pikiran kita, keyakinan, atau perasaan dan menarik pada aspek-aspek dalam diri orang lain. 


Walaupun pemimpin harus mengurus masalah-masalah organisasi seperti jadwal produksi, struktur, keuangan, biaya, laba, dan sebagainya, mereka juga harus memperhatikan masalah emosi pekerja, terutama di saat-saat ketidakpastian dan perubahan yang cepat. Isu-isu kunci meliputi bagaimana orang-orang memberi makna dan tujuan ketika pergeseran besar terjadi hampir setiap hari; bagaimana membuat karyawan merasa dihargai dan dihormati dalam zaman perampingan dan ketidakpastian pekerjaan, dan cara menjaga semangat dan motivasi yang tinggi dalam menghadapi ancaman perampingan karyawan.

Mengembangkan kapasitas kepemimpinan melebihi pembelajaran keterampilan untuk mengorganisasikan, merencanakan, atau mengendalikan orang lain. Hidup, bekerja, dan memimpin berdasarkan kemampuan kita berarti menggunakan seluruh diri kita, termasuk intelektual, emosional, dan spiritual kemampuan dan pemahaman. Sebuah literatur yang luas telah menekankan bahwa menjadi manusia seutuhnya berarti beroperasi dari pikiran, hati, jiwa, dan tubuh. Meskipun kita tidak dapat "belajar" kapasitas cara kita belajar keterampilan berangkat, kita dapat memperluas dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan.  
Asumsi

  

Pemimpin dapat berasumsi tentang peristiwa, situasi, dan keadaan serta tentang orang-orang. Asumsi bisa berbahaya karena orang cenderung untuk menerima mereka sebagai "kebenaran".
  

Sebuah model mental didasarkan pada seperangkat asumsi tertentu mungkin bekerja sangat baik dalam beberapa keadaan. Namun, akan merusak keberhasilan dalam keadaan lain. Sangat penting bagi para pemimpin untuk menganggap asumsi mereka sebagai gagasan sementara dari pada sebuah kebenaran. Selain itu, pemimpin dapat mempertanyakan apakah asumsi yang lama dipegang sesuai dengan realitas situasi. Menyoal asumsi dapat membantu para pemimpin mengerti dan pergeseran model mental mereka.  
Membangun Cara Berpikir Seorang Pemimpin


      Apakah yang membedakan cara pikir seorang pemimpin dengan seseorang yang bukan pemimpin? Ada 4 bagian yang terpenting yang membantu seorang pemimpin dapat melampaui batasan kepemimpinan mereka dan mencapai kesuksesan bagi organisasinya:

1. Berpikiran Independen
      Maksud dari berpikir independen adalah selalu mempertanyakan asumsi dan menginterpretasi data atau kejadian, bukan berdasarkan pada aturan, rutinitas, atau pengelompokan yang ditentukan oleh orang lain. Seorang yang berpikir independen adalah seorang yang dapat mengemukakan opini, pendapat, dan dapat berdiri teguh secara terpisah. Dengan pemikiran seperti ini, ia dapat menentukan aksi atau keputusan secara personal tanpa peduli pikiran atau perkataan orang lain. Kepemimpinan yang baik bukanlah mengikuti aturan pihak lain, melainkan berdiri teguh pada keyakinan yang terbaik bagi organisasi.
2. Berpikiran Terbuka
      Melalui berpikir secara independen harus selalu siap mental dan dapat berpikir kritis. Ia harus selalu mengevaluasi hal yang telah dilakukan. Melalui evaluasi yang dilakukan secara terus menerus ini, seorang pemimpin harus memiki rasa ingin tahu yang besar dan selalu ingin belajar terhadap hal-hal baru.
      Seorang pemimpin harus dapat melihat suatu hal dari berbagai perspektif yang berbeda. Dengan demikian, dalam memimpin sebuah organisasi, ia dapat dengan bijak menyelesaikan sebuah masalah dan dapat memotivasi bawahan untuk memiliki rasa ingin terus belajar.

3. Berpikiran Sistematik
      Pemimpin yang berpikiran sistematik dapat melihat suatu hal/masalah secara keseluruhan, bukan hanya sebatas bagian-bagian tertentu saja. Banyak yang berpikiran bahwa untuk menyelesaikan sebuah masalah sebaiknya diselesaikan secara terpisah dalam bagian-bagian yang lebih sederhana. Kenyataanya, merubah bagian-bagian tertentu menjadi lebih baik akan membuat keseluruhan fungsi sistem menjadi kurang efektif. Hubungan antar bagian-bagian kecil inilah yang membentuk keseluruhan sistem.
      Dalam memimpin sebuah organisasi, penting bagi seorang pemimpin harus memikirkan,mempengaruhi, dan menyelesaikan masalah dalam keseluruhan organisasi, bukan hanya bagian-bagian tertentu dalam organisasi.

4. Penguasaan Diri
      Untuk dapat memimpin orang lain, seorang pemimpin terlebih dahulu harus dapat menguasai diri sendiri. Yang dimaksud dari penguasaan diri bagi seorang pemimpin adalah mengenal kelebihan dan kekurangan pada diri sendiri. Melalui mengenal diri sendiri, maka ia dapat memfasilitasi kepemimpinannya dengan tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan.

Ada 3 kualitas pada diri yang perlu dikenal dan dikuasai oleh pemimpin.
a)    Pertama adalah visi pribadi.
      Melalui visi yang jelas dan tepat pada seorang pemimpin, maka dengan mudah ia dapat menentukan langkah kedepan dan tujuan akhir. Hal ini juga dapat memotivasi diri dan bawahan untuk dapat disiplin pada fokus pada langkah dan tujuan yang ingin dicapai.
b)    Kedua adalah menghadapi realitas.
      Menghadapi kenyataan berarti memiliki komitmen pada kenyataan yang ada. Dalam proses mencapai visi, seorang pemimpin harus berani menghadapi dan melangkah dalam kenyataan yang ada. Oleh karena itu ia harus dapat menguasai diri sendiri guna memimpin bawahan.
c)    Ketiga adalah menghadapi tekanan.
      Seringkali terjadi perbedaan (gap)  yang besar antara visi dan misi yang ingin dicapai menimbulkan konflik internal dalam sebuah organisasi. Masalah yang timbul umumnya adalah kurang dan terbatasnya mental dalam menghadapi tekanan dari gap tersebut. Menurunkan visi dan tujuan agar meringankan tekanan yang dihadapi bukanlah penyelesaian yang tepat. Pemimpin yang menguasai diri sendiri belajar untuk menerima mimpi dan kenyataan secara simultan dan menutup gap tersebut dengan bergerak menuju mimpi dan harapan. Ia harus dapat melewati tantangan dari batasan-batasan yang dihadapi.

Kecerdasan Emosi

Kecerdasan Emosi adalah kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi. Termasuk di dalamnya kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain di sekitarnya

Ada 8 jenis emosi yang utama, antara lain :
  1. Marah
  2. Sedih
  3. Takut
  4. Penikmatan
  5. Cinta
  6. Keterkejutan
  7. Rasa jijik
  8. Malu



Komponen Kecerdasan Emosi

  1. Kesadaran Diri
Kemampuan untuk mengenali segala emosi dalam diri dan pengaruh dalam kehidupan
  1. Pengaturan Diri
Kemampuan untuk mengatur emosi-emosi negatif
  1. Kesadaran Sosial
Kemampuan dari seseorang untuk turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain
  1. Pengaturan Hubungan
Kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan membangun hubungan yang baik dengan orang lain


Memimpin dengan Kasih Vs Memimpin dengan Ketakutan


kemimpinan yang baik tidak pernah terdapat unsur-unsur dari ketakutan sehingga kalau kita sebagai pemimpin tidak dapat menaklukan rasa ketakutan diri kita sendiri bagaimana kita akan memimpin orang lain.


Beberapa pemimpin kadang kala tidak dapat berhadapan dengan rasa takut dirinya sendiri yang akibatnya akan membawa dampak negatif.


Contohnya seperti karena takut di ancam akan dibunuh apabila tidak mau menerima anggota keluarga yang diajukan oleh rekan kerjanya padahal orang yang direkomendasikan itu tidak berkompeten, sehingga membuat seseorang manager HRD menjadi ragu-ragu dalam membuat keputusan.
Apabila orang tersebut di pakai kelak pun pasti akan menimbulkan prespektif negatif di antara bawahan.

Seorang pemimpin yang baik harus dapat menciptakan dan menunjukan sikap agar mendapat rasa saling hormat dan juga kepercayaan sehingga pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan antara lingkungan kerja dan pribadi dapat berjalan maksimal.







No comments:

Post a Comment