LEADERSHIP MIND AND HEART (^_^)
Kepemimpinan dari Pikiran
dan Hati
Dewasa
ini banyak penelitian mengenai faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam
suatu organisasi dan salah satu hasilnya yang paling mencolok adalah pentingnya
kepemimpinan dari pikiran dan hati.
Larry
Walters, seorang pemimpin dari Qwest Communication’s Idaho Falls Call Center
sampai membuat sebuah model kepemimpinan yang meletakan hubungan antarpribadi
sebagai prioritas.
Paradigma
ini sekaligus mulai mengkikis paradigma lama para pemimpin yang menempatkan
peraturan dan membuang jauh-jauh hubungan antarpribadi dalam sebuah organisasi.
Ada
pendapat yang berbunyi, setiap manusia tidak bisa dilepaskan dari emosi mereka
dan membangun kedekatan emosi itu merupakan cara yang baik untuk meningkatkan
semangat, loyalitas para pekerja.
Pemimpin Kapasitas versus
Kompetensi
Secara tradisional, kepemimpinan yang efektif, seperti manajemen yang baik,
telah dianggap sebagai kompetensi dalam satu set keterampilan. Sekali
keterampilan khusus ini diperoleh, semua orang harus menerapkannya ke dalam
tindakan untuk meraih kesuksesan. Namun, seperti yang kita semua tahu dari
pengalaman pribadi, bekerja secara efektif dengan orang lain membutuhkan jauh
lebih banyak daripada berlatih spesifik, keterampilan rasional; itu sering
berarti halus gambar pada aspek-aspek diri-pikiran kita, keyakinan, atau
perasaan dan menarik pada aspek-aspek dalam diri orang lain.
Walaupun pemimpin harus mengurus masalah-masalah organisasi seperti jadwal
produksi, struktur, keuangan, biaya, laba, dan sebagainya, mereka juga harus
memperhatikan masalah emosi pekerja, terutama di saat-saat ketidakpastian dan
perubahan yang cepat. Isu-isu kunci meliputi bagaimana orang-orang memberi
makna dan tujuan ketika pergeseran besar terjadi hampir setiap hari; bagaimana
membuat karyawan merasa dihargai dan dihormati dalam zaman perampingan dan
ketidakpastian pekerjaan, dan cara menjaga semangat dan motivasi yang tinggi
dalam menghadapi ancaman perampingan karyawan.
Mengembangkan kapasitas kepemimpinan melebihi pembelajaran keterampilan untuk mengorganisasikan,
merencanakan, atau mengendalikan orang lain. Hidup, bekerja, dan memimpin
berdasarkan kemampuan kita berarti menggunakan seluruh diri kita, termasuk
intelektual, emosional, dan spiritual kemampuan dan pemahaman. Sebuah literatur
yang luas telah menekankan bahwa menjadi manusia seutuhnya berarti beroperasi
dari pikiran, hati, jiwa, dan tubuh. Meskipun kita tidak dapat
"belajar" kapasitas cara kita belajar keterampilan berangkat, kita
dapat memperluas dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan.
Asumsi
Pemimpin dapat berasumsi tentang peristiwa, situasi, dan keadaan serta tentang
orang-orang. Asumsi bisa berbahaya karena orang cenderung untuk menerima mereka
sebagai "kebenaran".
Sebuah model mental didasarkan pada seperangkat asumsi tertentu mungkin bekerja
sangat baik dalam beberapa keadaan. Namun, akan merusak keberhasilan dalam
keadaan lain. Sangat penting bagi para pemimpin untuk menganggap asumsi mereka
sebagai gagasan sementara dari pada sebuah kebenaran. Selain itu, pemimpin
dapat mempertanyakan apakah asumsi yang lama dipegang sesuai dengan realitas
situasi. Menyoal asumsi dapat membantu para pemimpin mengerti dan pergeseran
model mental mereka.
Membangun Cara Berpikir Seorang Pemimpin
Apakah
yang membedakan cara pikir seorang pemimpin dengan seseorang yang bukan
pemimpin? Ada 4 bagian yang terpenting yang membantu seorang pemimpin dapat
melampaui batasan kepemimpinan mereka dan mencapai kesuksesan bagi
organisasinya:
1.
Berpikiran Independen
Maksud
dari berpikir independen adalah selalu mempertanyakan asumsi dan
menginterpretasi data atau kejadian, bukan berdasarkan pada aturan, rutinitas,
atau pengelompokan yang ditentukan oleh orang lain. Seorang yang berpikir
independen adalah seorang yang dapat mengemukakan opini, pendapat, dan dapat
berdiri teguh secara terpisah. Dengan pemikiran seperti ini, ia dapat
menentukan aksi atau keputusan secara personal tanpa peduli pikiran atau
perkataan orang lain. Kepemimpinan yang baik bukanlah mengikuti aturan pihak
lain, melainkan berdiri teguh pada keyakinan yang terbaik bagi organisasi.
2.
Berpikiran Terbuka
Melalui
berpikir secara independen harus selalu siap mental dan dapat berpikir kritis.
Ia harus selalu mengevaluasi hal yang telah dilakukan. Melalui evaluasi yang
dilakukan secara terus menerus ini, seorang pemimpin harus memiki rasa ingin
tahu yang besar dan selalu ingin belajar terhadap hal-hal baru.
Seorang
pemimpin harus dapat melihat suatu hal dari berbagai perspektif yang berbeda.
Dengan demikian, dalam memimpin sebuah organisasi, ia dapat dengan bijak
menyelesaikan sebuah masalah dan dapat memotivasi bawahan untuk memiliki rasa
ingin terus belajar.
3.
Berpikiran Sistematik
Pemimpin
yang berpikiran sistematik dapat melihat suatu hal/masalah secara keseluruhan,
bukan hanya sebatas bagian-bagian tertentu saja. Banyak yang berpikiran bahwa
untuk menyelesaikan sebuah masalah sebaiknya diselesaikan secara terpisah dalam
bagian-bagian yang lebih sederhana. Kenyataanya, merubah bagian-bagian tertentu
menjadi lebih baik akan membuat keseluruhan fungsi sistem menjadi kurang
efektif. Hubungan antar bagian-bagian kecil inilah yang membentuk keseluruhan
sistem.
Dalam
memimpin sebuah organisasi, penting bagi seorang pemimpin harus memikirkan,mempengaruhi,
dan menyelesaikan masalah dalam keseluruhan organisasi, bukan hanya
bagian-bagian tertentu dalam organisasi.
4.
Penguasaan Diri
Untuk
dapat memimpin orang lain, seorang pemimpin terlebih dahulu harus dapat
menguasai diri sendiri. Yang dimaksud dari penguasaan diri bagi seorang
pemimpin adalah mengenal kelebihan dan kekurangan pada diri sendiri. Melalui
mengenal diri sendiri, maka ia dapat memfasilitasi kepemimpinannya dengan tepat
dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Ada
3 kualitas pada diri yang perlu dikenal dan dikuasai oleh pemimpin.
a) Pertama
adalah visi pribadi.
Melalui
visi yang jelas dan tepat pada seorang pemimpin, maka dengan mudah ia dapat
menentukan langkah kedepan dan tujuan akhir. Hal ini juga dapat memotivasi diri
dan bawahan untuk dapat disiplin pada fokus pada langkah dan tujuan yang ingin
dicapai.
b) Kedua
adalah menghadapi realitas.
Menghadapi
kenyataan berarti memiliki komitmen pada kenyataan yang ada. Dalam proses
mencapai visi, seorang pemimpin harus berani menghadapi dan melangkah dalam
kenyataan yang ada. Oleh karena itu ia harus dapat menguasai diri sendiri guna
memimpin bawahan.
c) Ketiga
adalah menghadapi tekanan.
Seringkali
terjadi perbedaan (gap) yang besar antara visi dan misi yang ingin
dicapai menimbulkan konflik internal dalam sebuah organisasi. Masalah yang
timbul umumnya adalah kurang dan terbatasnya mental dalam menghadapi tekanan
dari gap tersebut. Menurunkan visi dan tujuan agar meringankan tekanan yang
dihadapi bukanlah penyelesaian yang tepat. Pemimpin yang menguasai diri sendiri
belajar untuk menerima mimpi dan kenyataan secara simultan dan menutup gap
tersebut dengan bergerak menuju mimpi dan harapan. Ia harus dapat melewati
tantangan dari batasan-batasan yang dihadapi.
Kecerdasan Emosi
Kecerdasan
Emosi adalah kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi. Termasuk di
dalamnya kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain di sekitarnya
Ada
8 jenis emosi yang utama, antara lain :
- Marah
- Sedih
- Takut
- Penikmatan
- Cinta
- Keterkejutan
- Rasa jijik
- Malu
Komponen Kecerdasan Emosi
- Kesadaran Diri
Kemampuan untuk mengenali segala emosi dalam diri dan pengaruh dalam kehidupan
- Pengaturan Diri
Kemampuan untuk mengatur emosi-emosi negatif
- Kesadaran Sosial
Kemampuan dari seseorang untuk turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain
- Pengaturan Hubungan
Kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan membangun hubungan yang baik dengan orang lain
Memimpin dengan Kasih Vs Memimpin dengan Ketakutan
kemimpinan yang baik tidak pernah terdapat unsur-unsur dari ketakutan sehingga kalau kita sebagai pemimpin tidak dapat menaklukan rasa ketakutan diri kita sendiri bagaimana kita akan memimpin orang lain.
Beberapa pemimpin kadang kala tidak dapat berhadapan dengan rasa takut dirinya sendiri yang akibatnya akan membawa dampak negatif.
Contohnya seperti karena takut di ancam akan dibunuh apabila tidak mau menerima anggota keluarga yang diajukan oleh rekan kerjanya padahal orang yang direkomendasikan itu tidak berkompeten, sehingga membuat seseorang manager HRD menjadi ragu-ragu dalam membuat keputusan.
Apabila orang tersebut di pakai kelak pun pasti akan menimbulkan prespektif negatif di antara bawahan.
Seorang pemimpin yang baik harus dapat menciptakan dan menunjukan sikap agar mendapat rasa saling hormat dan juga kepercayaan sehingga pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan antara lingkungan kerja dan pribadi dapat berjalan maksimal.
No comments:
Post a Comment